Seperti halnya dengan ilmu-ilmu yang lain kecuali ilmu ekstra,sangatlah sulit untuk memberikan difinisi atau pengertian tentang tari. Memamg banyak para ahli tari yang telah membuat difinisi atau pengertian tentang tari,tetapi difinisi atau batasan itu masih masih kelihatan sekali unsure subyetifitasnya dari sipembuat difinisi atau pengertian dan sudut pandang disiplin ilmunya. Seorang ahli psikologi, tentu akan membuat difinisi tari sesuai dengan dasar-dasar ilmu psikologi, seorang ahli antropologi akan membuat batasan tari sesuai dengan disiplin ilmu antropologi,demikian juga denganahli sejarah tentu akan membuat difinisi tari sesuai dengan disiplin ilmu yang dimilikinya yaitu sejarah.
Difinisi itu semuanya benar,sebab semuanya itu dapat dipertanggungjawabkan oleh si pembuat difinisi dengan menempatkan tari pada proporsi ilmu yang dikuasainya.
Kalau kita melihat perkembangan tari pada masa lampau sampai sekarang,menyangkut segi-segi kehidupan manusia yang sangat komplek.Tari mempunyai sangkut paut dengan magis,agama,kesusasteraan,musik,drama,seni gerak,seni rupa dan lain-lain.Dengan demikian apabila sebuah difinisi tari tidak dapat mencakup segala segi-segi yang terdapat pada tari,pastilah difinisi itu tidak mencakup pula.untuk dapat mencakup atau sesuai dengan proporsi yang dimaksudkan,tari ditempatkan pada proporsi yang dimaksudkan,tari ditempatkan pada prporsi sebagai cabang dari kebudayaan.Sedang unsur yang paling pokok atau media yang pokok adalah gerak.
Unsur utama yang paling pokok dalam tari adalah gerak tubuh manusia yang sama sekali lepas dari unsur ruang, dan waktu, dan tenaga.
Tari adalah keindahan ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan berbentuk gerak tubuh yang diperhalus melalui estetika.
Beberapa pakar tari melalui simulasi di bawah ini beberapa tokoh yang mendalami tari menyatakan sebagai berikut.
Haukin menyatakan bahwa tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diubah oleh imajinasi dan diberi bentuk melalui media gerak sehingga menjadi bentuk gerak yang simbolis dan sebagai ungkapan si pencipta (Haukins: 1990, 2). Secara tidak langsung di sini Haukin memberikan penekanan bahwa tari ekspresi jiwa menjadi sesuatu yang dilahirkan melalui media ungkap yang disamarkan.
Di sisi lain ditambahkan oleh La Mery bahwa ekspresi yang berbentuk simbolis dalam wujud yang lebih tinggi harus diinternalisasikan.
Untuk menjadi bentuk yang nyata maka Suryo mengedepankan tentang tari dalam ekspresi subyektif yang diberi bentuk obyektif (Meri:1987, 12). Dalam upaya merefleksikan tari kedua tokoh sejalan.
Kesejalanan yang dikembangkan berhubungan dengan konsep tari masih banyak diperdebatkan. Hal ini terbukti masih belum komplitnya pemahaman tari itu sendiri yang berkembang di masyarakat. Laju pertumbuhan tari memberi corak budaya yang lebih variatif, dinamis, dan sangat beragam intensitas pendalamannya. Oleh sebab itu dalam beberapa tahun ke depan tari menjadi semakin memiliki aura yang diharapkan digali terus menerus.
Dalam perkembangan berikut, tari disampaikan oleh Soedarsono bahwa tari merupakan ekspresi jiwa manusia yang diubah melalui gerak ritmis yang indah. Sejalan dengan pendapat kedua tokoh terdahulu dalam buku ini, pada prinsipnya masalah ekspresi jiwa masih menjadi harga mati yang tidak bisa ditawar. Pernyataaan yang mendasar tentang ekspresi jiwa manusia menjadi salah satu kunci tari menjadi bagian kehidupan yang mungkin hingga waktu mendatang selalu menjadi tumpuhan perkembangannya.
Dalam konteks yang masih sama Soeryodiningrat memberi warna khasanah tari bahwa beliau lebih menekankan kepada gerak tubuh yang berirama. Hal ini seperti terpetik bahwa tari adalah gerak anggota tubuh yang selaras dengan bunyi musik atau gamelan diatur oleh irama sesuai dengan maksud tujuan tari (Soeryodiningrat: 1986, 21). Lebih jauh lagi ditambahkan CurtSach bahwa tari merupakan gerak yang ritmis (CurtSach: 1978, 4).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar